DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ................................................................................. 1
ABSTRAK .................................................................................. 2
KATA PENGANTAR
..................................................................... 3
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang ..................................................................... 4
B.
Rumusan
Masalah ..................................................................... 5
C.
Tujuan
Penulisan ..................................................................... 5
D.
Manfaat
Penulisan ..................................................................... 5
E.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian berpikir deduktif .......................................................... 5
2.
Pengertian berpikir induktif .......................................................... 10
3.
Penggunaan pola pikir induktif dan
deduktif dalam pembelajaran
matematika ................................................................................ 14
KESIMPULAN ................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA ................................................................... 16
Berpikir Deduktif dan
Induktif
ABTRAK
Makalah ini membahas tentang berpikir induktif dan
deduktif dalam pembelajaran secara umum dan pembelajaran matematika secara
khusus. Ciri utama
penalaran dalam matematika adalah deduktif, atau dengan perkataan lain
matematika bersifat deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan
diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar
konsep atau pernyataan matematika bersifat konsisten. Pada prinsipnya, dalam
pembelajaran matematika pola pikir induktif dan deduktif keduanya dapat
digunakan untuk mempelajari konsep-konsep matematika. Namun, pembelajaran
matematika dengan fokus pada pemahaman konsep, penalaran dan komunikasi, dan
pemecahan masalah dapat diawali menggunakan pola pikir induktif melalui pengalaman-pengalaman
khusus yang dialami siswa. Siswa diajak mengkonstruksi pengetahuan matematika
dengan menggunakan pola pikir induktif. Secara umum dalam memecahkan masalah
siswa menggunakan pola pikir induktif-deduktif. Dalam pemecahan masalah, memecahkannya
kadang hanya menggunakan salah satu pola pikir induktif atau deduktif, namun
banyak masalah dalam memecahkannya menggunakan keduanya pola pikir induktif dan
deduktif secara bergantian.
Kata kunci: Pola pikir induktif, pola
pikir deduktif, pola pikir induktif-deduktif, dan pembelajaran matematika.
Makalah mahasiswa Program studi
magister Pendidikan matematika pasca sarjana Unsri 2014
Nama : Putri Cahyani
Agustine
NIM : 06022681419007
Dosen Pengampu : 1. Prof. Dr. Waspada, M.Pd., Ph.D.
2.
Prof. Dr.dr. Nuraini Fauziah, Sp.K.F.R.,M.P.H.
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan ke
Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyusun makalah ini. Salawat dan salam dihaturkan
kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW atas perjuangan beliau kita dapat
menikmati pencerahan iman dan islam dalam mengarungi samudera kehidupan ini.
Dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai “Berpikir Deduktif dan
Induktif” dalam rangka memenuhi tugas Filsafat Ilmu.
Makalah ini telah dibuat berdasarkan
sumber-sumber yang telah dikumpulkan. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengundang
pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik
konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Palembang, November
2014
Penulis
Pendahuluan
A. Latar
Belakang
Matematika
merupakan pelajaran di sekolah yang dipandang penting dan dipelajari oleh siswa
di semua tingkat pendidikan. Matematika informal diberikan pada anak-anak
prasekolah, misalnya di “kelompok bermain atau play group” dan di Taman Kanak-Kanak (TK). Mulai di sekolah dasar
(SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI) siswa mendapat pelajaran matematika formal.
Di TK misalnya, siswa mulai mengenal klasifikasi secara informal. Anak-anak
bermain memilih benda-benda berwarna merah dari sekelompok benda-benda mainannya
dapat dikatakan secara informal siswa melakukan pengelompokan, dan bahkan
secara informal pada diri siswa mulai tertanam “penalaran matematika”, misalnya
siswa menggunakan penalaran matematika ketika mengetahui mana benda-benda yang
termasuk dalam kelompok benda-benda berwarna merah dan yang bukan berwarna
merah. Dalam setiap pengelompokan tentu ada syarat tertentu, secara informal
siswa dapat mengklasifikasikan mana benda-benda yang menjadi anggota
kelompoknya, syarat dalam melakukan pengelompokan oleh anak dilakukan sendiri
atau dilakukan dibawah bimbingan guru. Sejak siswa duduk di kelas 1 SD/MI,
mulailah dikenalkan dengan matematika formal. Para siswa mulai mengenal obyek
dasar matematika yang bersifat abstrak misalnya fakta, konsep, prinsip dan
struktur matematika. Dalam mempelajari matematika siswa terlibat dengan
berpikir. Soedjadi menyatakan dalam matematika sebagai “ilmu” hanya diterima
pola pikir deduktif. Meskipun pada akhirnya siswa diharapkan mampu berpikir
deduktif, namun dalam proses pembelajaran matematika dapat digunakan pola pikir
induktif (Soedjadi,2000). Oleh karena itu, Makalah ini membahas berpikir deduktif dan induktif dalam matematika
sehingga dalam mempelajari matematika siswa terlibat dengan berpikir.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apakah pengertian berpikir Induktif dan deduktif?
2.
Bagaimanakah penggunaan
pola pikir induktif dan deduktif dalam pembelajaran matematika?
C. Tujuan
Penulisan
1.
Menganalisis pengertian berpikir induktif dan deduktif.
2.
Menganalisis penggunaan
pola pikir induktif dan deduktif dalam pembelajaran matematika.
D. Manfaat
Penulisan
1.
Dengan menganalisis pengertian berpikir induktif dan deduktif,
guru dapat menentukan pola pikir induktif atau deduktif atau kedua-duanya yang
lebih cocok digunakan dalam pembelajaran matematika.
2.
Dengan menganalisis penggunaan pola pikir induktif-deduktif dalam pembelajaran matematika, guru dapat menggunakan pola pikir
induktif-deduktif dalam pembelajaran
matematika pada kelasnya masing-masing.
E. Pembahasan
1. Pengertian
Berpikir Deduktif
Deduktif berasal dari bahasa Inggris
deduction yang berarti penarikan
kesimpulan dari keadaan-keadaan yang umum, menemukan yang khusus dari yang
umum, lawannya induktif (W.J.S.Poerwadarminta,2006).
Deduktif adalah cara berpikir dimana
dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.
Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir yang
dinamakan silogismus. Silogismus disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah
kesimpulan (S.Suriasumantri, 2005).
Metode berpikir
deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih
dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus. Adapun
berbagai macam corak berpikir deduktif adalah silogisme kategorial, silogisme
hipotesis, silogisme disjungtif, atau silogisme alternatif, entimem, dan
sebagainya.
a. Silogisme Kategorial
Silogisme
adalah suatu bentuk penalaran yang berusaha menghubungkan dua proposisi
(pernyataan) yang berlainan untuk menurunkan suatu kesimpulan atau inferensi
yang merupakan proposisi yang ketiga. Kedua proposisi yang pertama disebut
dengan premis. Silogisme kategorial dibatasi sebagai suatu argumen deduktif
yang mengandung suatu rangkaian yang terdiri dari tiga (dan hanya tiga)
proposisi kategorial, yang disusun menjadi tiga term yang muncul dalam rangkaian
pernyataan itu, dan tiap term hanya boleh muncul dalam dua pernyataan,
misalnya:
(1)
Semua karyawan adalah PNS.
(2)
Semua PNS adalah peserta Jamsostek.
(3)
Jadi, semua karyawan adalah peserta
Jamsostek.
Dalam rangkaian diatas
terdapat tiga proposisi: (1) + (2) + (3). Dalam contoh ini rangkaian kategorial
hanya terdapat dalam tiga term, dan tiap term muncul dalam dua proposisi. Term
predikat dari konklusi adalah term mayor dari seluruh silogisme itu. Sedangkan
subyek dari konklusinya disebut term minor dari silogisme. Sementara term yang
muncul dalam kedua premis namun tidak muncul dalam kesimpulan disebut premis
tengah.
b. Silogisme Hipotesis
Silogisme hipotesis
atau silogisme pengandaian adalah semacam pola penalaran deduktif yang
mengandung hipotesa. Silogisme hipotesis bertolak dari suatu pendirian, bahwa
ada kemungkinan apa yang disebut dalam proposisi itu tidak ada atau tidak
terjadi. Premis mayornya mengandung pernyataan yang bersifat hipotesis. Oleh
sebab itu rumus proposisi mayor silogisme ini adalah:
Jika P, maka Q
Contoh
Premis Mayor : Jika tidak turun hujan, maka Jazira akan pergi kursus.
Premis Mayor : Jika tidak turun hujan, maka Jazira akan pergi kursus.
Premis Minor : Hujan turun
Konklusi
: Sebab itu Jazira tidak akan pergi kursus
Atau
Premis Mayor : Jika tidak turun hujan,
maka Jazira akan pergi kursus.
Premis Minor : Hujan tidak
turun
Konklusi
: Sebab itu Jazira akan pergi kursus
Walaupun premis mayor
bersifat hipotesis, premis minor dan konklusinya tetap bersifat kategorial.
Premis mayor sebenarnya mengandung dua pernyataan kategorial, yang dalam contoh
hujan tidak turun, dan Jazira akan pergi kencan. Bagian pertamanya disebut
anteseden, sedangkan bagian keduanya disebut akibat.
Dalam silogisme hipotesis berasumsi bahwa ‘kebenaran anteseden akan mempengaruhi kebenaran akibat; kesalahan anteseden akan mengakibatkan kesalahan pada akibatnya’.
Dalam silogisme hipotesis berasumsi bahwa ‘kebenaran anteseden akan mempengaruhi kebenaran akibat; kesalahan anteseden akan mengakibatkan kesalahan pada akibatnya’.
c. Silogisme Alternatif
Jenis silogisme
alternatif biasa juga disebut dengan silogisme disjungtif, karena proposisi
mayornya merupakan sebuah proposisi alternatif, yaitu proposisi yang mengandung
kemungkinan-kemungkinan atau pilihan. Sebaliknya proposisi minornya adalah
proposisi kategorial yang menerima atau menolak salah satu alternatifnya.
Konklusi silogisme ini tergantung pada premis minornya, jika premis minornya
menerima satu alternatif maka alternatif lainnya akan ditolak; dan jika premis
minornya menolak satu alternatif maka alternatif lainnya akan diterima dalam
konklusi.
Contoh :
Premis Mayor : Zian ada di sekolah atau di rumah.
Premis Mayor : Zian ada di sekolah atau di rumah.
Premis Minor : Zian ada di
sekolah
Konklusi
: Sebab itu, Zian tidak ada
dirumah
Secara praktis kita
juga sering bertindak seperti itu. Untuk menetapkan sesuatu atau menemukan
sesuatu secara sistematis kita bertindak sesuai dengan pola silogisme
alternatif diatas.
d. Entimem
Silogisme sebagai
suatau cara untuk menyatakan pikiran tampaknya bersifat artificial. Dalam kehidupan sehari-hari biasanya silogisme itu
muncul hanya dengan dua proposisi, salah satunya dihilangkan. Walaupun
dihilangkan,proposisi itu tetap dianggap ada dalam pikiran dan dianggap diketahui
pula oleh orang lain. Bentuk semacam ini dinamakan entimem (dari enthymeme enthymema,yunani.
Kata itu berasal dari kata kerja enthymeisthai yang berarti ‘simpan dalam
ingatan’). Entimen adalah penalaran deduktif secara langsung. Misalnya sebuah
silogisme asli akan dinyatakan oleh seoarang pengasuh ruangan olahraga dalam
sebuah harian sebagai berikut:
Premis mayor : Siapa saja yang
dipilih mengikuti pertandingan Thomas Cup adalah seorang pemain kawakan.
Premis minor : Rudy Hartono
terpilih untuk mengikuti pertandingan Thomas Cup
Konklusi
: Sebab itu Rudy Hartono adalah seorang pemain (bulu tangkis) kawakan.
Bila pengasuh ruangan olahraga menulis seperti diatas dan semua gaya tulisan sehari-hari mengikuti corak tersebut, maka akan dirasakan bahwa tulisannya terlalu kaku. Sebab itu ia akan mengambil bentuk lain, yaitu entimem. Bentuk itu akan berbunyi,”Rudi Hartono adalah seorang pemain bulu tangkis kawakan, karena terpilih untuk mengikuti pertandingan Thomas Cup.”
Bila pengasuh ruangan olahraga menulis seperti diatas dan semua gaya tulisan sehari-hari mengikuti corak tersebut, maka akan dirasakan bahwa tulisannya terlalu kaku. Sebab itu ia akan mengambil bentuk lain, yaitu entimem. Bentuk itu akan berbunyi,”Rudi Hartono adalah seorang pemain bulu tangkis kawakan, karena terpilih untuk mengikuti pertandingan Thomas Cup.”
Jadi,
dapat disimpulkan bahwa berpikir deduktif adalah cara berpikir dimana dari pernyataan
yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus yang disusun dari
dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan.
2.Pengertian
Berpikir Induktif
Induktif adalah cara mempelajari
sesuatu yang bertolak dari hal-hal atau peristiwa khusus untuk menentukan hukum
yang umum (W.J.S.Poerwadarminta,2006).
Penalaran secara induktif dimulai
dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas
dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang
bersifat umum (Suriasumantri,2005).
Metode berpikir
induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari
hal-hal khusus ke umum. Proses penalaran ini mulai bergerak dari penelitian dan
evaluasi atas fenomena yang ada, maka disebut sebagai sebuah corak berpikir
yang ilmiah karena perlu proses penalaran yang ilmiah dalam penalaran induktif.
Proses penalaran induktif dapat dibedakan lagi atas bermacam-macam variasi
yaitu: generalisasi, hipotesa dan teori, analogi induktif, kausal, dan
sebagainya.
a.Generalisasi
Generalisasi adalah suatu proses penalaran yang bertolak belakang dari sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu inferensi yang bersifat umum yang mencakup semua fenomena – fenomena.
Generalisasi adalah suatu proses penalaran yang bertolak belakang dari sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu inferensi yang bersifat umum yang mencakup semua fenomena – fenomena.
Contoh : bila seseorang berkata bahwa
mobil adalah semacam kendaraan pengangkut,
maka pengertian mobil dan kendaraan pengangkut merupakan hasil generalisasi
juga. Dari bermacam-macam tipe kendaraan dengan ciri-ciri tertentu ia
mendapatkan sebuah gagasan mengenai mobil, sedangkan dari bermacam-macam alat
untuk mengangkut sesuatu lahirlah abstraksi yang lebih tinggi (generalisasi
lagi) mengenai kendaraan pengangkut.
b. Hipotesis dan teori
1. Hipotesis
Secara bahasa
hipotesis berasal dari dua kata, yaitu hypo artinya sebelum dan thesis
artinya pernyataan atau pendapat. Secara istilah hipotesis adalah suatu
pernyataan yang pada waktu diungkapkan belum diketahui kebenarannya, tetapi
memungkinkan untuk diuji dalam kenyataan empiris. Proses
pembentukan hipotesis merupakan sebuah proses
penalaran, yang melalui tahap-tahap
tertentu. Hipotesis merupakan satu tipe proposisi yang langsung dapat diuji.
- Ciri Hipotesis Yang Baik
- Ciri Hipotesis Yang Baik
Perumusan hipotesis
yang baik dan benar harus memenuhi ciri-ciri sebagai berikut:
1.
Hipotesis harus dinyatakan dalam bentuk
kalimat pernyataan deklaratif, bukan kalimat pertanyaan.
2.
Hipotesis berisi penyataan mengenai
hubungan antar paling sedikit dua variabel penelitian.
3.
Hipotesis harus sesuai dengan fakta dan
dapat menerangkan fakta.
4.
Hipotesis harus dapat diuji (testable).
Hipotesis dapat duji secara spesifik menunjukkan bagaimana variabel-variabel
penelitian itu diukur dan bagaimana prediksi hubungan atau pengaruh antar
variabel termaksud.
5.
Hipotesis harus sederhana (spesifik) dan
terbatas, agar tidak terjadi kesalahpahaman pengertian.
2. Teori
Teori adalah
serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang saling berhubungan
yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan menentukan
hubungan antar variabel, dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan
maksud menjelaskan fenomena alamiah.
Teori juga merupakan suatu hipotesis yang telah terbukti kebenarannya. Manusia membangun teori untuk menjelaskan, meramalkan, dan menguasai fenomena tertentu misalnya, benda-benda mati, kejadian-kejadian di alam, atau tingkah laku hewan. Sering kali, teori dipandang sebagai suatu model atas kenyataan. Misalnya : apabila kucing mengeong berarti minta makan.
Teori juga merupakan suatu hipotesis yang telah terbukti kebenarannya. Manusia membangun teori untuk menjelaskan, meramalkan, dan menguasai fenomena tertentu misalnya, benda-benda mati, kejadian-kejadian di alam, atau tingkah laku hewan. Sering kali, teori dipandang sebagai suatu model atas kenyataan. Misalnya : apabila kucing mengeong berarti minta makan.
-Hubungan antara hipotesis dengan teori
Hipotesis ini merupakan suatu jenis
proposisi yang dirumuskan sebagai jawaban tentatif atas suatu masalah dan kemudian diuji secara empiris. Sebagai suatu jenis proposisi,
umumnya hipotesis menyatakan hubungan antara dua atau lebih variabel yang di dalamnya
pernyataan-pernyataan hubungan tersebut telah diformulasikan dalam kerangka
teoritis. Hipotesis ini, diturunkan, atau bersumber dari teori
dan tinjauan literatur
yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. Oleh karena itu, teori
yang tepat akan menghasilkan hipotesis yang tepat untuk digunakan sebagai
jawaban sementara atas masalah yang diteliti atau dipelajari dalam penelitian. Dalam penelitian kuantitatif
peneliti menguji suatu teori. Untuk meguji teori tersebut, peneliti menguji
hipotesis yang diturunkan dari teori.
4 Analogi
4 Analogi
Analogi dalam bahasa
Indonesia adalah kias (Arab: Qasa=mengukur, membandingkan). Analogi adalah
suatu perbandingan yang mencoba membuat suatu gagasan terlihat benar dengan
cara membandingkannya dengan gagasan lain yang mempunyai hubungan dengan
gagasan yang pertama. Analogi merupakan salah satu teknik dalam proses
penalaran induktif. Sehingga analogi kadang-kadang disebut juga sebagai analogi
induktif, yaitu proses penalaran dari satu fenomena menuju fenomena lain yang
sejenis kemudian disimpulkan bahwa apa yang terjadi pada fenomena yang pertama
akan terjadi juga pada fenomena yang lain.
c.Macam-macam analogi
1. Analogi Induktif
Analogi induktif, yaitu
analogi yang disusun berdasarkan persamaan yang ada pada dua fenomena, kemudian
ditarik kesimpulan bahwa apa yang ada pada fenomena pertama terjadi juga pada
fenomena kedua. Analogi induktif merupakan suatu metode yang sangat bermanfaat
untuk membuat suatu kesimpulan yang dapat diterima berdasarkan pada persamaan
yang terbukti terdapat pada dua barang khusus yang diperbandingkan. Misalnya,
Tim Uber Indonesia mampu masuk babak final karena berlatih setiap hari. Maka
tim Thomas Indonesia akan masuk babak final jika berlatih setiap hari.
2. Analogi Deklaratif
Analogi deklaratif
merupakan metode untuk menjelaskan atau menegaskan sesuatu yang belum dikenal
atau masih samar, dengan sesuatu yang sudah dikenal. Cara ini sangat bermanfaat
karena ide-ide baru menjadi dikenal atau dapat diterima apabila dihubungkan
dengan hal-hal yang sudah kita ketahui atau kita percayai. Misalnya, untuk
penyelenggaraan negara yang baik diperlukan sinergitas antara kepala negara
dengan warga negaranya. Sebagaimana manusia, untuk mewujudkan perbuatan yang
benar diperlukan sinergitas antara akal dan hati.
d. Hubungan Kausal
Hubungan kausal sering
diartikan sebagai penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang saling
berhubungan, hubungan sebab – akibat (hubungan kausal) dapat berupa sebab yang
sampai kepada kesimpulan yang merupakan akibat atau sebaliknya. Pada umumnya
hubungan sebab akibat dapat berlangsungdalam tiga pola, yaitu sebab ke akibat,
akibat ke sebab, dan akibat ke akibat. Namun, pola yang umum dipakai adalah
sebab ke akibat dan akibat ke sebab. Ada 3 jenis hubungan kausal, yaitu:
(1). Hubungan sebab-akibat.
Yaitu dimulai dengan
mengemukakan fakta yang menjadi sebab dan sampai kepada kesimpulan yang menjadi
akibat. Pada pola sebab ke akibat sebagai gagasan pokok adalah akibat,
sedangkan sebab merupakan gagasan penjelas.
(2). Hubungan akibat-sebab
(2). Hubungan akibat-sebab
Yaitu hubungan yang
dimulai dengan fakta yang menjadi akibat, kemudian dari fakta itu dianalisis
untuk mencari sebabnya.
(3). Hubungan sebab-akibat1-akibat2
Yaitu dimulai dari
suatu sebab yang dapat menimbulkan serangkaian akibat. Akibat pertama berubah
menjadi sebab yang menimbulkan akibat kedua. Demikianlah seterusnya hingga
timbul rangkaian beberapa akibat.
e.Induktif dalam metode eksposisi
Eksposisi adalah salah
satu jenis pengembangan paragraf dalam penulisan yang dimana isinya ditulis
dengan tujuan untuk menjelaskan atau memberikan pengertian dengan gaya
penulisan yang singkat, akurat, dan padat.
Karangan ini berisi uraian atau penjelasan tentang suatu topik dengan tujuan memberi informasi atau pengetahuan tambahan bagi pembaca.
Karangan ini berisi uraian atau penjelasan tentang suatu topik dengan tujuan memberi informasi atau pengetahuan tambahan bagi pembaca.
Jadi, dapat disimpulkan
bahwa berpikir induktif adalah cara berpikir yang bertolak dari hal-hal khusus
ke umum yang mulai bergerak dari penelitian dan evaluasi atas fenomena yang
telah terjadi.
3. Penggunaan pola pikir deduktif dan induktif
dalam pembelajaran matematika
Dalam belajar matematika memerlukan
penalaran induktif dan deduktif. Copeland (1974) mengklasifikasikan penalaran
dalam penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif digunakan
bila dari kebenaran suatu kasus khusus kemudian disimpulkan kebenaran untuk
semua kasus. Penalaran deduktif digunakan berdasarkan konsistensi pikiran dan
konsistensi logika yang digunakan. Jika premis-premis dalam suatu silogisme
benar dan bentuknya (format penyusunannya) benar, maka kesimpulannya benar.
Proses penarikan kesimpulan seperti ini dinamakan deduktif atau sering disebut
penalaran deduktif.
Peressini dan Webb (1999) di samping memandang penalaran matematika sebagai konseptualisasi dinamik dari daya matematika (mathematically powerful) siswa, juga memandang penalaran matematika sebagai aktivitas dinamik yang melibatkan keragaman mode berpikir. Daya matematika sebagai suatu integrasi dari berikut ini: (a) suatu kecenderungan positif kepada matematika; (b) pengetahuan dan pemahaman terhadap sifat-sifat matematika, meliputi konsep-konsep, prosedur-prosedur dan keterampilan-keterampilan; (c) kecakapan melakukan analisis dan beralasan secara matematis; (d) kecakapan menggunakan bahasa matematika untuk mengkomunikasikan ide-ide; dan (e) kecakapan menerapkan pengetahuan matematika untuk memecahkan masalah-masalah dalam berbagai konteks dan disiplin ilmu (NCTM, 1989 dalam Perissini dan Webb, 1999). Pembelajaran matematika beracuan konstruktivisme yang melibatkan penggunaan pola pikir induktif-deduktif. Rancangan sintaks pembelajaran dominan pada kegiatan induktif yang memuat kegiatan siswa mengkonstruksi pengetahuan matematika berdasar pengalaman siswa sendiri. Siswa melakukan pengamatan pada hal-hal khusus, misalnya contoh-contoh suatu konsep dan menuliskan konsep tersebut dengan bahasa siswa sendiri. Dalam kegiatan induktif ini siswa belajar mengkonstruk pengetahuan matematis menggunakan pola pikir induktif. Ketika siswa memecahkan masalah siswa menggunakan pola pikir induktif atau deduktif secara bergantian. Dengan demikian kegiatan deduktif tercakup dalam pemecahan masalah. Salah satu alternatif sintaks pembelajaran matematika beracuan konstruktivisme yang melibatkan penggunaan pola pikir induktif-deduktif serta pembelajaran yang memungkinkan mencakup kegiatan pemahaman konsep, penalaran dan komunikasi, dan pemecahan masalah sebagai berikut: (1) fase kegiatan pembukaan; (2) fase kegiatan induktif; (3) fase kegiatan diskusi kelas; (4) fase kegiatan induktif-deduktif; dan (5) fase kegiatan penutupan.
Peressini dan Webb (1999) di samping memandang penalaran matematika sebagai konseptualisasi dinamik dari daya matematika (mathematically powerful) siswa, juga memandang penalaran matematika sebagai aktivitas dinamik yang melibatkan keragaman mode berpikir. Daya matematika sebagai suatu integrasi dari berikut ini: (a) suatu kecenderungan positif kepada matematika; (b) pengetahuan dan pemahaman terhadap sifat-sifat matematika, meliputi konsep-konsep, prosedur-prosedur dan keterampilan-keterampilan; (c) kecakapan melakukan analisis dan beralasan secara matematis; (d) kecakapan menggunakan bahasa matematika untuk mengkomunikasikan ide-ide; dan (e) kecakapan menerapkan pengetahuan matematika untuk memecahkan masalah-masalah dalam berbagai konteks dan disiplin ilmu (NCTM, 1989 dalam Perissini dan Webb, 1999). Pembelajaran matematika beracuan konstruktivisme yang melibatkan penggunaan pola pikir induktif-deduktif. Rancangan sintaks pembelajaran dominan pada kegiatan induktif yang memuat kegiatan siswa mengkonstruksi pengetahuan matematika berdasar pengalaman siswa sendiri. Siswa melakukan pengamatan pada hal-hal khusus, misalnya contoh-contoh suatu konsep dan menuliskan konsep tersebut dengan bahasa siswa sendiri. Dalam kegiatan induktif ini siswa belajar mengkonstruk pengetahuan matematis menggunakan pola pikir induktif. Ketika siswa memecahkan masalah siswa menggunakan pola pikir induktif atau deduktif secara bergantian. Dengan demikian kegiatan deduktif tercakup dalam pemecahan masalah. Salah satu alternatif sintaks pembelajaran matematika beracuan konstruktivisme yang melibatkan penggunaan pola pikir induktif-deduktif serta pembelajaran yang memungkinkan mencakup kegiatan pemahaman konsep, penalaran dan komunikasi, dan pemecahan masalah sebagai berikut: (1) fase kegiatan pembukaan; (2) fase kegiatan induktif; (3) fase kegiatan diskusi kelas; (4) fase kegiatan induktif-deduktif; dan (5) fase kegiatan penutupan.
Jadi, Penggunaan pola
pikir deduktif dan induktif dalam pembelajaran matematika terlihat pada
penghitungan keliling bangun datar. Siswa diajak untuk berkeliling lapangan
sekolah dan diajak menentukan bangun datar apa yang sudah mereka kelilingi
untuk mengarahukskan kepada siswa cara menghitung keliling lapangan yang
berbentuk persegi panjang. Pada saat mereka berkeliling dapat membentuk pola
pikir induktif siswa. Kemudian saat siswa diajak untuk menghitung keliling lapangan dapat terbentuk pola pikir
induktif atau deduktif. Saat anak diajak untuk menghitung keliling bangun datar
segi banyak dapat membentuk pola piki deduktif siswa.
F.
Kesimpulan
1.
Berpikir deduktif adalah cara berpikir dimana
dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.
Sedangkan berpikir induktif merupakan cara berpikir dimana ditarik suatu
kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual.
2.
Pembelajaran matematika dengan fokus pada pemahaman
konsep, penalaran, komunikasi, dan pemecahan masalah dapat diawali menggunakan
pola pikir induktif melalui pengalaman-pengalaman khusus yang dialami siswa.
siswa dapat diajak mengkonstruksi pengetahuan matematika dengan menggunakan
pola pikir induktif. Misalnya kegiatan pembelajaran dapat dimulai dengan menyajikan
beberapa contoh atau fakta yang teramati, membuat daftar sifat-sifat yang
muncul, memperkirakan hasil yang mungkin, dan kemudian jika memungkinkan siswa
dapat diarahkan menyusun generalisasi secara deduktif.
DAFTAR PUSTAKA
NCTM. 2000. Principle and Standard
for School Mathematics. Reston: The
National Council of Teacher Mathematics, Inc.
Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan
Matematika di Indonesia: Konstatasi Keadaan Masa Kini Menuju Harapan Masa Depan.
Jakarta: Depdiknas.
Soedjadi, R. 2000b. Rancangan
Pembelajaran Nilai dalam Matematika Sekolah. Makalah Disajikan dalam Seminar
Nasional Matematika, Pengajaran dan Problematikanya Memasuki Milenium III, di
FMIPA UNNES Semarang, 12 Agustus 2000.Semarang: Seminar Nasional Matematika.
Suriasumantri, S. 2005. Filsafat Ilmu.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Poerwadarminta, W.J.S. 2006. Kamus
Umum Bahasa Indonesia. 2006. Jakarta: Balai Pustaka.
http://rochmad-unnes.blogspot.com/2008/01/penggunaan-pola-pikir-induktif-deduktif.html,
(diakses hari sabtu tanggal 20 september 2014 pukul 14.15)
No comments:
Post a Comment